Jumat, 16 Januari 2009

MENGENALI KECERDASAN ANAK

Pada dasarnya anak cerdas tidak tumbuh dengan sendirinya. Orang tua berperan besar menciptakan lingkungan yang kondusif untuk merangsang potensi anak, bahkan sejak dalam kandungan agar tumbuh optimal. Dari sekian banyak pilihan untuk mencerdaskan anak, satu hal yang perlu diperhatikan adalah tetap memberikan kesempatan bagi anak untuk tetap menikmati dunianya betapapun cerdas dan berbakatnya dia. Mereka juga perlu belajar hidup bersama teman-temannya sehingga dapat belajar menghargai orang lain dan tidak menganggap dirinya terlalu istimewa.
Tes Inteligensi yang banyak digunakan di Indonesia pada saat ini merupakan tes yang dikembangkan berdasarkan konsep Inteligensi tradisional. Menurut pendekatan ini, Inteligensi adalah suatu faktor tunggal yang dibawa sejak lahir dan tidak berubah. Tes yang digunakan sebenarnya lebih menekankan pengukuran kemampuan verbal, logika matematika dan spasial, sehingga akan menguntungkan anak yang memiliki kemampuan yang bagus di bidang tersebut. Pertanyaan yang muncul adalah apakah anak-anak yang memperoleh skor rendah selalu gagal dalam kehidupannya ?.
Ternyata kita tidak harus sepesimstis itu. Howard Gardner seorang psikolog dari Unversitas Harvard menemukan bahwa konsep Inteligensi tradisional perlu diubah. Menurut Howard Gardner dalam bukunya Frames of Minds, 1983, inteligensi adalah suatu kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki nilai budaya. Berdasarkan konsepnya ini Gardner menemukan ada 7 dan kemudian berkembang menjadi 8 macam, yang disebutnya sebagai kecerdasan majemuk ( Multiple Intelligence). Ke8 kecerdasan tersebut ialah verbal linguistik, logika matematik, kinestetik jasmani, visual spasial, musik, antar pribadi, intrapribadi dan naturalis.
Menurut Gardner tiap individu memiliki kedelapan kecerdasan ini, dan setiap hari menggunakannya dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis masalah yang dihadapi. Tetapi jika diteliti lebih jauh setiap individu memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang kecerdasan tersebut.

Kecerdasan verbal linguistik berkaitan dengan kemampuan menggunakan kata-kata dan memanfaatkan bahasa untuk mengekspresikan pengertian yang kompleks secara efektif. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengeja, penguasaan kosakata, tatabahasa yang terekspresi lewat kemahiran mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca.
Kecerdasan logika matematika merupakan ketrampilan menolah angka, berhitung, mengerjakan operasi matematik yang kompleks, logika, pemecahan masalah dan penalaran.
Kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan memvisualisasikan pengalaman pengamatan, mencipta bentuk-bentuk dua atau tiga dimensi, membuat kode-kode informasi yang berkaitan dengan ruang.
Kecerdasan kinestetik jasmani adalah kemampuan mengkordinasikan tubuh dan pikiran sehingga menghasilkan gerak yang sempurna, meliputi kemampuan kordinasi motorik, kemampuan menggunakan ketrampilan fisik.
Kecerdasan musik adalah kecerdasan yang berhubungan dengan sensitivitas individu terhadap nada, melodi dan ritme.
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, kemampuan berempati dan memenej orang lain.
Kecerdasan interpribadi adalah kemampuan individu untuk memahami dirinya sendiri, menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan diri.
Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan mengenal dan memahami alam sekitar.

Diantara kedelapan kecerdasan itu, kecerdasan verbal linguistik, logika matematika dan visual spasial merupakan wilayah yang paling banyak diolah di sekolah-sekolah, sementara porsi untuk mengasah kecerdasan yang lain masih rendah.
Oleh karenanya apabila orang tua dan guru betul-betul mau meneliti wilayah kecerdasan dan mau menstimulasi sejak dini, maka mereka tidak perlu risau sekalipun tes IQnya tidak seperti yang diharapkan.
Didalam memahami kecerdasan majemuk ini kita perlu juga tahu bahwa setiap kecerdasan memiliki banyak jenis, misalnya dalam kecerdasan musik, seseorang mungkin tidak bisa menyanyi dengan merdu, tetapi mampu menciptakan ritme yang indah. Dalam kecerdasan verbal, mungkin seseorang tidak pandai membaca tetapi sangat bagus dalam membuat cerita-cerita. Sehingga kalau kita ingin tahu perlu menanyakan kepada anak bukan pada bidang kecerdasan apa anak kita yang baik.
Pendekatan yang dilakukan Gardner ini memungkinkan setiap orangtua maaupun guru memahami anak yang cerdas. Yang perlu dilakukan adalah memahaami anak yang cerdas dengan menemukan bidang kemampuan anak yang benar dan memberi motivassi, stimulus serta kondisi dengan tepat.
Orang tua ataupun guru yang kurang peka dan tidak memiliki kemampuan yang luas mengenali ciri-ciri dan kemampuan anak berbakat, pada umumnya tidak dapat mengenali seta mengoptimalkan potensi keunggulannya. Hal ini dapat menyebabkan mereka salah dalam mengartikan dan tidak memperhatikan pendidikan yang dapat mengembangkan potensi luar biasa yang dimiliki oleh anak. Kasus seperti itu sangat disesalkan, karena sesungguhnya anak memiliki bakat dan potensi yang lebih unggul. Bukan tidak mungkin justru pada saatnya anak akan menjadi terhambat perkembangannya, frustasi dan menunjukan kemampuan dibawah potensi sesungguhnya.
Semoga bermanfaat.

Sumber : Tim Pustaka Familia, 2006